BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan atau partus adalah proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan
atau berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu
atau lebih, dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain
dengan bantuan atau tanpa bantuan (WHO dalam Surasmi dkk, 2003:31). Kebanyakan bayi adalah matur,
sehat dan terbentuk sempurna pada saat lahir tetapi dalam persentase kecil
tidaklah demikian. Bagi mereka yang mengalami hal demikian, deteksi dan
penanganan awal terhadap masalah adalah penting.
Sebenarnya semua bayi yang berkembang di bawah normal disebut dengan
prematur, kemudian diketahui bahwa baik usia gestasi dan pertumbuhan yang
diukur melalui berat badan merupakan indikator penting terhadap derajat risiko
yang sesuai. Bayi preterm atau disebut juga prematur
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari atau sama dengan 37
minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2004). Bayi preterm dengan BBLR memiliki tingkat
mortalitas yang tinggi dibandingkan dengan bayi lahir fullterm dengan berat badan yang sesuai. Bayi yang memiliki masalah
yang berhubungan dengan pertumbuhan biasanya mengalami gangguan pernafasan,
neurologi dan terminal.
Prematuritas merupakan penyumbang angka kematian bayi yang cukup tinggi.
Kelahiran dengan usia gestasi 32-36 minggu terjadi pada kurang lebih 5%
persalinan dengan angka kematian neonatal 15% sedangkan kelahiran dengan usia
gestasi ≤ 32 minggu hanya terjadi sekitar 1% persalinan namun angka kematiannya
sangat tinggi (45%). Penatalaksanaan yang optimal terhadap bayi prematur atau
berat badan lahir rendah terbukti efektif menurunkan angka kematian dan
kesakitan bayi prematur (Field dalam Rahmi, 2012:3).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka mahasiswa memandang perlu untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana asuhan
keperawatan pada bayi preterm
sehingga mahasiswa mampu mengidentifikasi dan
memberikan asuhan keperawatan pada bayi preterm nantinya.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan makalah ini
adalah mahasiswa mampu mengidentifikasi dan memberikan asuhan keperawatan pada
bayi preterm
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan
khusus dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
a.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan anatomi fisiologi bayi preterm
b.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan definisi bayi preterm
c.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan epidemiologi bayi preterm
d.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi bayi preterm
e.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tanda dan gejala bayi preterm
f.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan patofisiologi bayi preterm
g.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan komplikasi dan
prognisis bayi preterm
h.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang bayi preterm
i.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pencegahan bayi preterm
j.
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan asuhan keperawatan pada bayi preterm
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Mendapatkan pengetahuan, informasi, dan
wawasan mengenai konsep bayi preterm dan asuhan keperawatan pada bayi preterm.
1.3.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa
dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada bayi preterm di masyarakat serta
mahasiswa dapat mengaplikasikan teori yang didapat di bangku kuliah tentang
asuhan keperawatan bayi preterm.
1.3.3 Bagi Pendidikan Keperawatan
Memberi pengetahuan dan wawasan tentang
asuhan keperawatan neonatus-bayi preterm, pengembangan pendidikan keperawatan neonatus
serta dapat menambah studi kepustakaan dan menjadi masukan yang berarti dan
bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dan bidang kesehatan lainnya.
1.3.4 Bagi Pelayanan Keperawatan Maternitas dan Anak
Memberi
informasi bagi praktik keperawatan khususnya keperawatan maternitas dan anak untuk
dapat menerapkan asuhan keperawatannya dan meningkatkan kesehatan ibu hamil dan
neonatus serta menambah pengetahuan yang dapat menjadi masukan yang bermanfaat
bagi praktik keperawatan maternitas dan anak.
1.3.5 Bagi Masyarakat
Membantu masyarakat dalam meningkatkan
pemahaman tentang konsep bayi preterm.
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi
2.1.1 Tanda-Tanda Vital
a. Berat badan bayi baru lahir
tergantung dari faktor nutrisi, genetik dan faktor intrauterine selama
kehamilan. Pengelompokan berat badan bayi baru lahir membantu dalam mengidentifikasi
risiko terhadap neonatus karena berat badan yang kecil kemungkinan memiliki
masa gestasi yang kecil. Bayi matur memiliki berat badan kira-kira 3,4 kg pada perempuan dan
3,5 kg pada laki-laki. Batas berat badan terendah
bagi bayi matur adalah 2,5 kg. Bayi dengan berat badan lahir sekitar 4,7 kg harus
dicurigai terhadap adanya Diabetes Mellitus pada ibunya. Sekitar 75%- 95% berat badan bayi
merupakan cairan tubuhnya. Bayi akan kehilangan cairan sekitar 5%-10% pada beberapa hari pertama
setelah kelahiran. Setelah mengalami kehilangan cairan yang inisial, maka bayi
akan mengalami berat badan yang stabil dalam waktu 10 hari. Kemudian akan bertambah sebanyak
6-8 ons/ minggu pada 6 bulan pertama kelahiran.
b. Panjang badan bayi baru lahir
kira-kira 53 cm pada perempuan dan
pada bayi laki-laki
memiliki panjang badan 54 cm.
c. Lingkar kepala baru lahir
adalah 34-35 cm. Bayi baru lahir dengan lingkar kepala lebih dari 37 cm atau
kurang dari 33 cm harus diidentifikasi mengenai adanya kelainan neurologi.
Pengukuran lingkar kepala menggunakan pita ukur yang dilakukan pada tengah-tengah
dahi sehingga kepala belakang dapat terukur.
d. Lingkar dada pada bayi baru lahir
adalah 2 cm kurang dari lingkar kepala. Pengukuran dilakukan tepat diatas nipple yakni
tonjolan berpigmen pada permukaan anterior kelenjar mamae. Dikelilingi oleh
areola, tempat keluarnya air susu dari payudara.
2. Tanda Vital
a. Temperatur
Suhu tubuh bayi baru lahir adalah
37,2˚C, suhu tubuh ini dapat menurun dengan cepat karena kehilangan panas.
Kehilangan panas pada bayi baru lahir melalui 4 cara, yaitu
1) Konveksi
Adalah kehilangan panas dari
permukaan tubuh menuju udara sekitar yang lebih dingin.
2) Konduksi
Adalah transfer panas pada obyek/
benda yang lebih dingin tanpa kontak dengan tubuh bayi.
3) Radiasi
Adalah transfer panas pada obyek
yang lebih dingin tanpa kontak dengan tubuh bayi.
4) Evaporasi
Adalah kehilangan panas karena
ada penguapan.
b. Nadi
Tekanan nadi fetus yang masih
dalam kandungan adalah 120 – 160 bpm. Segera setelah lahir, dimana bayi akan
berjuang untuk bernafas, maka denyut jantung menjadi cepat sekitar 180 bpm.
Beberapa jam setelah lahir, denyut jantung akan stabil sekitar 120 – 140 bpm.
Denyut jantung pada bayi baru lahir biasanya irregular karena kardiolegulator
di medulla belum matang. Murmur biasanya terjadi akibat penutupan inkomplit
pada sirkulasi. Pada saat menangis, denyut jantung menjadi 180 bpm dan pada
saat tidur 90 – 110 bpm.
c. Pernafasan
Pernafasan pada bayi baru lahir
adalah 80x/menit, setelah beberapa menit
kehidupan. Setelah aktivitas pernafasan dipertahankan, maka menjadi stabil
sekitar 30-60x/menit dalam keadaan istirahat.
Kedalaman ritme masih irreguler dan
terjadi apnea yang singkat tanpa sianosi yang disebut pernafasan periodik dan
merupakan keadaan normal. Reflek batuk dan bersin pada bayi baru lahir
dilakukan untuk membersihkan saluran nafas.
d. Tekanan darah
Tekanan darah bayi baru lahir
adalah 80/46 mmHg. Setelah 10 hari akan meningkat ketika bayi menangis.
2.2 Definisi
Persalinan atau partus adalah proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan
atau berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu
atau lebih, dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain
dengan bantuan atau tanpa bantuan. Pembagian usia kehamilan menurut WHO (dalam Surasmi dkk, 2003:31) adalah sebagai berikut.
a.
Preterm. Usia kehamilan kurang
dari 37 minggu (259 hari)
b.
Aterm. Usia kehamilan 37-42
minggu (259-293 hari)
c.
Postterm. Usia kehamilan lebih
dari 42 minggu (294 hari)
Bayi preterm atau disebut juga prematur
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari atau sama dengan 37
minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2004). Menurut WHO, bayi
prematur adalah bayi yang lahir hidup sebelum usia kehamilan 37 minggu
(dihitung dari hari pertama haid terakhir) tanpa memperhatikan berat badan (Berhman,
Kliegman, dan Arvin, 2000:561).
Gambar 1. Bayi preterm
Sumber: www.familinesia.com
Berat
badan merupakan ukuran antropometri yang sangat penting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi
normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat badan bayi lahir dibawah 2500
gram atau dibawah 2,5 kg. Bayi BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
a.
Prematuritas Murni
Prematuritas
Murni adalah neonatus dengan kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai
berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut
neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan
(NKB-SMK) penyebabnya dari berbagai faktor, baik faktor ibu, janin,
maupun lingkungan.
b.
Dismaturitas
Dismaturitas
adalah bayi lahir dengan berat kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan. Hal ini karena janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK). Penyebab yang lain
sama dengan prematuritas murni.
2.3
Epidemiologi
Persalinan preterm
di berbagai negara dan Indonesia masih tinggi dengan angka kejadian yang
bervariasi. Di RSUD dr. Soebandi Jember pada tahun 2003-2005 proporsi bayi preterm sebesar 18% dari seluruh
persalinan. Di RSU dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2008 proporsi bayi preterm 23,35% dari seluruh persalinan. Di negeri maju angka kejadian
kelahiran bayi prematur ialah sekitar 6%-7%, sedangkan di negeri yang sedang berkembang angka
kematian ini kurang lebih 3 kali lipat.
Persalinan
preterm atau prematur adalah suatu
masalah penting dalam bidang obstetri khususnya di bidang perinatologi karena
baik di negara berkembang maupun di negara maju penyebab morbiditas dan
mortalitas neonatus terbanyak adalah bayi yang lahir preterm (Himapid, 2009). Persalinan yang terjadi < 37 minggu berkaitan
dengan 70% kematian neonatus. Persalinan preterm
terjadi sebanyak 5-15% dari seluruh kehamilan dan semakin meningkat di seluruh
negara berkembang (Smith, 2007).
Di
negara barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas dan
pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan dalam jangka panjang
(Wiknjosastro H dkk,
2007). Dewasa ini Indonesia memiliki angka kejadian prematur sekitar 19% dan
merupakan penyebab utama kematian bidang perinatologi (Kurniasih S, 2009).
Persalinan preterm merupakan hal yang
berbahaya karena berpotensi meningkatkan kematian perinatal sebesar
65%-75% umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah (Rompass J, 2004).
Menurut
WHO, di negara maju angka prematuritas adalah antara 5-10% di Eropa, Amerika
Utara, Australia, dan sebagian Amerika Selatan, dan 10-30% di negara-negara
Afrika dan Asia Tenggara. Angka kelahiran prematur yang tercatat di Indonesia
pada tahun 2009 sekitar 19%,
sekitar 400 ribu bayi dilahirkan prematur dari 4,4 juta kelahiran setiap
tahunnya.
2.4
Etiologi
Penyebab persalinan prematur yaitu
a.
Ketuban pecah dini
Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini jika terjadi
sebelum proses persalinan berlangsung merupakan tanda dari ketuban pecah dini
(Wiknjosastro, 2008). Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti, serviks inkompeten, peningkatan tekanan intrauterine misalnya overdistensi
uterus pada keadaan hidroamnion, trauma, kelainan letak misalnya letak
lintang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul
yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane gagian bawah (Kamisah, 2009).
b.
Infeksi
Meliputi korioamnionitis, infeksi intraamnion,
amnionitis, adalah infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korion
yang disebabkan oleh bakteri. Antara infeksi dan persalinan preterm terdapat
interaksi yaitu korioamnionitis- pembebasan prostaglandin – partus prematurus –
pembukaan serviks uteri – korioamnionitis. Setelah terjadi invasi
mokroorganisme kedalam cairan ketuban, janin akan terinfeksi karena janin menelan atau teraspirasi air
ketuban, ditandai dengan denyut jantung bayi >160 kali permenit (Cunningham
et al, 2005).
c.
Kelainan Uterus
Serviks inkompeten adalah keadaan dimana serviks tidak
dapat menahan kehamilan
sehingga terjadi dilatasi serviks yang menyebabkan ketuban menonjol keluar
kemudian pecah dan biasanya diikuti oleh persalinan.
d.
Vaginosis Bakterialis
Kondisi dimana flora normal pada vagina predominan
laktobasilus yang menghasilkan hodrogen perioksida diganti oleh bakteri anaerob
Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus, dan Mycoplasma hominis.
e.
Komplikasi medis dan Obstretis
Beberapa komplikasi yang terjadi langsung pada
kehamilan antara lain preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan
antepartum. Perdarahan antepartum dapat terjadi akibat 2 hal yaitu plasenta
previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh bagian
mulut rahim) dan solusio
plasenta (plasenta terlepas dari tempatnya melekat)
f.
Penyakit sistemik kronis pada ibu seperti penyakit
jantung, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal dan paru kronis (Jenny,
2008).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelahiran bayi prematur dapat dilihat
dari beberapa faktor yaitu sebagai berikut (Berhrman, Kliegman, dan Arvin,
2000:562) dan (Surasmi dkk, 2003:31).
2.4.1 Faktor Ibu
a.
Penyakit pada ibu seperti diabetes melitus, nefritis
akut, toksemia gravidarum (preeklamsia
dan eklamsia), tumor (mioma uteri, sistoma), ibu yang menderita penyakit akut
(misal tifus abdominalis, malaria) dan kronis (misal TBC, jantung,
glomerulonefritis kronis)
b.
Ibu perokok, mengkonsumsi
alkohol, penyalahgunaan obat
c.
Kelainan
bentuk uterus (uterus bikornis, inkompeten serviks)
d.
Trauma
pada masa kehamilan akibat aktivitas fisik berlebihan antara
lain fisik (jatuh) dan psikologis (stres)
e.
Usia
ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun (kehamilan usia muda) atau
lebih dari 35 tahun. Angka kejadian prematuritas
tertinggi ialah pada usia ibu di bawah 20 tahun dan pada
multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah
adalah pada usia ibu antara 26 – 35 tahun.
f.
Ibu-ibu
yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak dan malnutrisi
g.
Ras (wanita keturunan Afrika
– Amerika memilki risiko lebih tinggi).
h.
Ibu menderita hipertensi
dan atau kelainan jantung
i.
Ibu mengalami pendarahan
yang jika tidak ditangani dengan mengakhiri kehamilan
dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi
j.
Stress
k.
Ibu pernah mengalami
keguguran (abortus) atau melahirkan bayi prematur pada riwayat kehamilan sebelumnya
l.
Kelainan anatomi pada rahim
atau leher rahim. Lemahnya bagian bawah rahim
atau di sekitar mulut rahim
(serviks) sehingga rahim akan terbuka sebelum usia kehamilan mencapai 38
minggu.
m.
Faktor uterus. Kelainan bentuk rahim, misalnya uterus lebih berbentuk seperti buah pear atau uterus terpisah menjadi dua ruang (Uterus Bifidus)
n.
Ketuban pecah sebelum
waktunya
o.
Adanya infeksi seperti
saluran kemih yang tidak diobati
2.4.2 Faktor janin
Seperti kehamilan ganda, hidramnion (kelebihan cairan ketuban), ketuban pecah dini (KPD), cacat
bawaan, infeksi (misal Ruberella, sifilis, toksoplasma), inkompatibilitas darah
ibu dan janin (faktor rhesus, golongan darah ABO), kelainan kromosom, bayi memiliki kelainan bawaan, gawat janin, bayi memiliki pertumbuhan yang
sangat lambat saat di dalam kandungan.
2.4.3 Faktor plasenta
Yaitu plasenta previa dan solutio plasenta.
2.4.4 Faktor lain
Tingkat kehidupan sosial ekonomi yang rendah, gizi yang kurang,
terkontaminasi dengan zat-zat beracun, pemeriksaan antenatal yang minim, trauma
antenatal, dan sebagainya.
2.5 Tanda dan Gejala
2.5.1 Tanda dan Gejala Bayi Prematur (Surasmi dkk, 2003:32)
dan (Jumiarni dkk, 1995:74)
a. Berat badan ≤ dari 2500 gr, panjang badan ≤ 46 cm, lingkar kepala ≤ 33 cm, lingkar dada ≤ 30 cm
b. Masa gestasi kurang
dari 37 minggu
c. Kuku panjangnya belum
melewati ujung jari
d. Kepala lebih besar
daripada badan, batas dahi dan rambut kepala tidak jelas
e. Kulit tipis
transparan, rambut lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga, dan
lengan
f. Lemak subkutan kurang
g. Otot hipotonik lemah,
tumit mengilap
h. Refleks tonus otot
masih lemah, refleks menghisap dan menelan serta refleks batuk belum sempurna
i. Tulang rawan dan daun
telinga immature (elastik daun
telinga masih kurang sempurna)
j. Pernapasan tidak
teratur bisa terjadi apnea (gagal napas)
k. Ekstremitas: paha
abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus
l. Kepala tidak mampu
tegak
m. Pernapasan sekitar
45-50kali/menit, dan frekuensi nadi 100-140/menit
n. Sering anemia
o. Genetalia belum
sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora dan pada laki-laki
testis belum turun
p. Garis pada telapak
kaki belum jelas dan kulit teraba halus
2.5.2 Penyakit dan Masalah yang Sering Terjadi pada
Bayi Prematur (Jumiarni dkk, 1995:75)
a.
Sindrom distress pernapasan, disebut juga RDS karena
pada stadium akhir akan terbentuk membran hialin yang melapisi alveolus paru.
RDS sering terdapat bayi prematur karena pembentukan surfaktan yang belum
sempurna,dimana jumlah dan bentuknya sempurna pada masa gestasi 36 minggu.
b.
Aspirasi pneumonia, keadaan ini disebabkan
karena refleks menelan dan batuk pada bayi prematur belum sempurna.
c.
Perdarahan intraventrikular yaitu perdarahan
spontan pada ventrikel otak lateral, biasanya terjadi bersamaan dengan
terbentuknya membran hialin di paru-paru.
d.
Fibroplasia Retrolental atau ROP (retinopaty of prematurity), disebabkan
oleh gangguan oksigen yang berlebihan yang dikonsumsi oleh bayi prematur.
e.
Hiperbilirubinemia, keadaan ini disebabkan karena
hepar pada bayi prematur yang belum matang sehingga kerja sirkulasi
enterhepatik yang belum sempurna.
f.
Hipotermi/hipertermi karena sistem pengontrolan
suhu belum stabil.
2.5.3 Masalah yang Mungkin Timbul
pada Bayi Prematur
a. Fungsi Respirasi
Pada bayi prematur
memiliki kesulitan dalam transisi kehidupan antara intra uterin dan ekstra
uterin, hal tersebut disebabkan antara lain
1)
Jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit
2)
Defisien tingkat surfaktan
3)
Kecilnya lumen pada respiratory system
4)
Lemah atau tidak ada refleks
5)
Belum sempurnanya aliran darah di paru-paru
6)
Potensial terjadi kollaps dan obstruksi pada
saluran pernafasan
b. Fungsi Kardiovaskuler
Fungsi kardiovaskuler
yang belum optimal yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, lambatnya capiller refill time (>3detik), hipovolemik dan syok.
c. Suhu Tubuh
Kehilangan panas
tubuh merupakan faktor terpenting pada bayi karena permukaan tubuh yang tidak
sesuai dengan berat badan. Bila panas tubuh hilang atau berkurang maka lemak
tubuh akan terpakai untuk menaikkan suhu tubuh, maka berat badan semakin
menurun. Bayi prematur masih sulit untuk mengatur suhu di dalam otaknya, dimana
pengaturan suhu di otak untuk menciptakan NTE (Neutral Thermal Environment) di dalam suhu lingkungan terdapat
oksigen minimal, tetapi adekuat untuk mengatur suhu tubuh. Perlu diperhatikan
agar bayi prematur jangan sampai kehilangan panas secara konveksi, konduksi,
evaporasi, dan radiasi. Bayi dapat diletakkan dalam isolette untuk beradaptasi dengan NTE.
d. Fungsi Sistem Syaraf
Sentral
Pada bayi prematur,
susunan syaraf pusat mudah terkena injuri seperti
1)
Perdarahan karena pembuluh darah yang mudah
pecah
2)
Kegagalan proses koagulasi, termasuk panjangnya
waktu pembekuan darah
3)
Hipoglikemi
4)
Trauma lahir dengan kerusakan pada struktur yang
masih immature
5)
Anoksia
Tanda keadaan
neurologik abnormal adalah hipotonia, penurunan aktivitas, menangis lemah lebih
dari 24 jam, serta ketidakmampuan menghisap dan menelan.
e. Infeksi
Bayi prematur sangat
berisiko untuk terkena infeksi karena sedikitnya cadangan immunoglobulin dari
ibu, ketidakmampuan untuk membuat antibodi, sistem integumen masih immature dimana pembuluh darah dilindungi
oleh kulit yang tipis. Tanda dan gejala infeksi seperti
1)
Ketidakstabilan suhu (hipotermi dan hipertermi)
2)
Perubahan CNS (Central Nervous Sistem) seperti letargi dan irritability.
3)
Perubahan warna: sianosis, pucat dan jaundice.
4)
Kardiovaskuler: perfusi yang menurun, hipotensi,
bradikardi/takikardi
5)
Distress pernapasan: takipnea, apnea, retraksi, grunting.
6)
Gastrointestinal
problem: intoleran
feeding, vomiting, diare, hipoglikemi.
7)
Asidosis metabolik.
Gambar 2. Evaluasi Klinis
dan Neurologis Bayi Preterm dan Term
Sumber: Wong et al.
(2009:320-321)
2.6 Patofisiologi
Penyebab terjadinya kelahiran bayi prematur belum diketahui
secara jelas. Data statistik menunjukkan bahwa bayi lahir prematur terjadi pada
ibu yang memiliki sosial ekonomi rendah. Kejadian ini dengan kurangnya
perawatan pada ibu hamil karena tidak melakukan antenatal care selama kehamilan. Asupan nutrisi yang tidak adekuat
selama kehamilan, infeksi pada uterus dan komplikasi obstetrik yang lain
merupakan pencetus kelahiran bayi prematur. Ibu hamil dengan usia yang masih muda, mempunyai
kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol juga menyebabkan terjadinya bayi
prematur. Faktor tersebut dapat menyebabkan terganggunya fungsi plasenta menurun
dan memaksa bayi untuk lahir sebelum waktunya. Karena bayi lahir sebelum masa
gestasi yang cukup maka organ tubuh bayi belum matur sehingga bayi lahir prematur
dan memerlukan perawatan
yang khusus untuk memungkinkan bayi beradaptasi dengan lingkungan luar.
Menurut Cunningham et.al (2005) proses patogenesis
persalinan preterm diawali dengan
invasi bakteri yang akan mengawali aktivasi fossolipase A2 yang memecah asam
arakidonat dari selaput amnion janin sehingga asam arakidonat bebas dan
meningkatkan sintesis prostaglandin. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus
dan menyebabkan persalinan preterm
yang akhirnya akan menyebabkan kelahiran bayi preterm.
Neonatus dengan imaturitas petumbuhan dan perkembangan
tidak dapat menghasilkan kalori melalui peningkatan metabolisme (Surasmi dkk,
2003:28). Ketika ada rangsangan stres dingin, bayi preterm berespon dengan meningkatkan kebutuhan kalori dan oksigen.
Bila oksigen yang tresedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, tekanan oksigen
berkurang (hipoksia) (Surasmi dkk, 2003:29).
Bayi prematur umumnya relatif kurang
mampu bertahan hidup karena struktur anatomi fisiologinya yang imatur dan
fungsi biokimianya belum bekerja seperti bayi yang lebih tua. Bayi prematur dan
imatur tidak dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal karena pusat
pengatur suhu pada otak belum matur, kurangnya cadangan glikogen dan lemak
sebagai sumber kalori (Surasmi dkk, 2003:29).
Gambar 3. Skema
peranan/mekanisme bakteri yang menyebabkan persalinan prematur
Sumber: Manuaba dkk. (2007:438)
2.7 Komplikasi dan Prognosis
2.7.1 Komplikasi
Komplikasi bayi preterm
antara lain
a. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia
neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
b. Dismatur preterm
terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
c. Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
d. Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia,
Anemi, gangguan pembekuan darah
e. Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
f. Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal
Komplikasi
prematur menurut Damanik dkk (2004) yang terjadi pada bayi prematur adalah yang berhubungan dengan
fungsi imatur dari sistem organ. Komplikasi-komplikasi yang bisa terjadi meliputi
antara lain
a.
Paru-paru
Produksi surfaktan seringkali tidak memadai guna mencegah
alveolar collapse dan atelektasis, yang dapat terjadi Respitarory
Distress Syndrome.
b. SSP ( Susunan syaraf pusat)
Disebabkan tidak memadainya koordinasi refleks menghisap
dan menelan, bayi yang lahir sebelum usia gestasi 34 minggu harus diberi
makanan secara intravena atau melalui sonde lambung. Immaturitas pusat
pernafasan di batang otak mengakibatkan apneic spells (apnea sentral).
c. Infeksi
Sepsis atau meningitis kira-kira 4 kali lebih berisiko
pada bayi prematur
daripada bayi normal.
d.
Pengaturan
suhu
Bayi prematur mempunyai luas permukaan tubuh yang besar
dibanding rasio masa tubuh, oleh karena itu ketika terpapar dengan suhu
lingkungan di bawah netral, dengan cepat akan kehilangan panas dan sulit untuk mempertahankan
suhu tubuhnya karena efek shivering pada prematur tidak ada
e.
Saluran
pencernaan
Volume perut yang kecil dan refleks menghisap dan menelan
yang masih immature pada bayi
prematur, pemberian makanan melalui nasogastrik tube dapat terjadi risiko
aspirasi.
f. Ginjal
Fungsi ginjal pada bayi prematur masih immature, sehingga batas konsentrasi dan
dilusi cairan urine kurang memadai seperti pada bayi normal.
g.
Hiperbilirubinemia
Pada bayi prematur bisa berkembang hiperbilirubinemia
lebih sering daripada pada bayi aterm
dan kernicterus bisa terjadi pada
level bilirubin serum paling sedikit 10mg/dl (170 umol/L) pada bayi kecil, bayi
prematur yang sakit.
h.
Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan penyebab utama kerusakan otak pada
periodeperinatal. Kadar glukosa darah kurang dari 20 mg/100cc pada bayi kurang
bulanatau bayi prematur dianggap menderita hipoglikemia.
i.
Mata
Retrolental fibroplasia, kelainan ini timbul sebagai akibat
pemberian oksigen yang berlebihan pada bayi prematur yang umur kehamilannya
kurang dari 34minggu. Tekanan oksigen
yang tinggi dalam arteri akan merusak pembuluh darah retina yang masih belum
matang (immature).
2.7.2
Prognosis
Angka kelangsungan hidup bayi prematur telah membaik
dalam tahun-tahun terakhir. Kemajuan ini disebabkan oleh penatalaksanaan yang
lebih baik (Hull dan Johnston, 2008:54). Bayi prematur terutama yang mempunyai
masalah adaptasi ringan terhadap kehidupan ekstrauteri, mempunyai prognosis
yang baik. Sebagian besar akan mencapai ukuran dan kemampuan yang diharapkan.
Lima sampai 10% bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram mempunyai cacat
mayor seperti palsi serebral, keterlambatan perkembangan, kebutaan, atau
ketulian. Bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram mempunyai cacat mayor
sekitar 20% (Hull dan Johnston, 2008:57).
Gambar 4. Angka Kelangsungan Hidup Bayi Prematur
Sumber: Hull dan Johnston (2008:57)
2.8 Pencegahan
Pencegahan dapat berupa
a.
Pemeriksaan kehamilan sedini mungkin dan teratur pada tenaga
kesehatan.
b.
Mengobati sejak dini penyakit yang bisa menjadi faktor risiko kelahiran
prematur dan bila sudah hamil dengan kondisi penyakit berat sebaiknya
dikonsultasikan dengan dokter spesialis kandungan.
c.
Hindari perjalanan jauh yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan
ketegangan mental. Jika terpaksa harus mengadakan perjalanan jauh konsultasikan
dulu keadaan kehamilan pada bidan, perawat, atau dokter.
d.
Jangan mengkonsumsi obat-obatan secara bebas tanpa seizin
bidan, perawat maupun dokter selama kehamilan berlangsung.
e.
Bila bekerja dengan posisi berdiri sebaiknya tidak lebih dari 6 jam,
beri kesempatan untuk duduk atau berbaring miring kiri sejenak minimal 15
menit agar peredaran darah ibu ke janin dalam kandungan lancar
kembali dan ibu tidak mengalami kelelahan.
f.
Perawatan kebersihan diri dan pencegahan infeksi selama kehamilan.
g.
Perencanaan kehamilan yang sehat sesuai dengan kurun waktu reproduksi
yang dianjurkan antara 20 tahun sampai 34 tahun.
h.
Pengaturan jarak kehamilan dengan KB .
i.
Pemenuhan kebutuhan gizi yang sehat dan seimbang selama proses kehamilan
berlangsung.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang
berupa
a.
Pemantauan glukosa darah
terhadap hipoglikemia
Nilai normal glukosa
serum : 45 mg/dl
b.
Pemantauan gas darah arteri
Normal untuk analisa gas
darah apabila kadar PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar PaCO2 35 – 45 mmHg dan saturasi
oksigen harus 92 – 94 %.
c.
Kimia darah sesuai
kebutuhan
1)
Hb (Hemoglobin). Hb darah lengkap bayi 1-3 hari adalah 14,5-22,5 gr/dl
2)
Ht (Hematokrit). Ht normal berkisar 45% - 53%.
3)
LED darah lengkap untuk anak – anak. Menurut : Westerfreen
: 0 – 10 mm/jam, Wintrobe : 0 – 13 mm/jam.
4)
Leukosit (SDP)
Normalnya 10.000/ mm³, pada bayi preterm jumlah SDP bervariasi dari 6.000
– 225.000/ mm³.
5)
Trombosit. Rentang normalnya antara 60.000 –
100.000/ mm³.
6)
Kadar serum / plasma
pada bayi prematur (1 minggu) adalah 14 – 27 mEq/ L
7)
Jumlah eritrosit (SDM)
darah lengkap bayi (1 – 3 hari) adalah 4,0 – 6,6
juta/mm³.
8)
MCHC darah lengkap : 30%
- 36% Hb/ sel atau gr Hb/ dl SDM. MCH darah lengkap : 31 –
37 pg/ sel. MCV darah lengkap : 95 –
121 µm³.
9)
Ph darah lengkap arterial
prematur (48 jam) : 7,35 – 7,5
d.
Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan
e.
Penyimpangan darah tali
pusat
Menurut
Jefferson (2004) adapun pemeriksaan yang sering dilakukan antara lain:
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur urin
2) Pemeriksaan gas
dan PH darah janin
3) Pemeriksaan darah tepi ibu:
a) Jumlah leukosit
b) C-reactive protein.
CRP terdapat pada serum pasien yang mengalami infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuan untuk
mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman pneumococcus yang disebut frasi C. CRP dibentuk di
hepatosit sebagai reaks terhadap IL-1, IL-6, TNF.
b. Amniocentesis
1)
Hitung leukosit
2)
Pewarnaan gram bakteri (+) pasti amnionitis
3)
Kultur
4)
Kadar IL-1, IL-6
5)
Kadar glukosa cairan amnion
c. Fetal Fibronectin
Fetal fibronectin adalah glukoprotein yang
dihasilkan dalam 20 bentuk molekul dari berbagai jenis sel antara lain
hepatosit, fibroblas, sel endothel serta amnion janin. Kadar yang tinggi dalam
darah maternal serta dalam cairan amnion diperkirakan berperan dalam adhesi
intraselluler selama implantasi dan dalam mempertahankan adhesi plasenta dalam
desidua. Deteksi fibronectin dalam cairan
sevikovaginal sebelum adanya ketuban pecah adalah “marker” adanya partus
pertemus iminen. Pemeriksaan fetal fibronectin dilakukan dengan metode enzyme inked immunosorbent assay dan
nlai diatas 50 ng/ml dianggap sebagai hasil positif. Pemeriksaan fibronecin
bahkan pada kehamilan 8-22 minggu merupakan prediktor kuat untuk terjadinya
persalinan preterm. Pemeriksaan
fibronectin pada kasus partus iminen dapat menurunkan lama waktu tinggal di Rumah Sakit (Cunningham et al, 2005).
d. USG
1) Pemeriksaan USG untuk mengukur panjang serviks
Pemeriksaan TVS dapat
dilakukan untuk mengukur panjang serviks. Panjang serviks pada kehamilan 24
minggu=3,5 cm. Owen dkk (2001) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
panjang serviks pada kehamilan 16-24 minggu dengan kejadian persalinan preterm
pada kehamilan < 35 minggu. Selanjutnya, Owen dkk (2003) menyebutkan bahwa
nilai panjang serviks untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm sebelum kehamilan 35 minggu
hanya sesuai untuk kehamilan dengan risiko tinggi persalinan preterm. Pemeriksaan ultrasonografi
secara rutin pada kasus kehamilan risiko rendah tidak perlu
dikerjakan/dilakukan.
2) Oligohidroamnion: Goulk dkk (1985) mendapati
hubungan antara aligohidroamnion dengan karioamnionitis klinis antepartum.
Vintzileos dk (1986) mendapati hubungan antara oligohidroamnion dengan koloni
bakteri pada amnion.
3) Penipisan serviks: Iams dkk (1994) mendapati
bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan terjadi
persalinan preterm. Sonografi serviks
trans perinal lebih disukai karena dapat menghindari memanipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
4) Kardiotokografi: kesejahteraan janin, frekuensi
dan kekuatan kontraksi.
2.10 Penatalaksanaan
Pada
ibu hamil yang berisiko mengalami persalinan preterm perlu dilakukan pemeriksaan:
a.
Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk
penentuan prognosis daripada berat janin
b.
Demam atau tidak
c.
Kondisi janin, seperti jumlahnya, letak, berat,
keadaan, kelainan kongenital dan sebagainya dengan USG
d.
Letak plasenta, untuk antisipasi seksio sesarea
Obat-obatan
yang digunakan untuk penatalaksanaan persalinan preterm adalah:
a.
Tokolitik
Contohnya indometasin atau inhibitor kerja otot uterus
(progesteron). Sebaiknya
diberikan 24-48 jam sebelum persalinan. Efek sampingnya takikardi, hiperglikemia, dan edema pulmoner. Kontra indikasinya penyakit
tiroid, jantung, hipertensi berat, penyakit sel habit, korioamnionitis,
kematian intrauterine, perdarahan antepartum, DM maternal.
b.
Kortikosteroid
Diberikan untuk mempercepat pematangan paru
(Winkjosastro, 2008). Antara lain Betamethasone 12 mg IM tiap 24 jam selama 48
jam dan Dexametasone 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam
c.
Antibiotika
Terapi antibiotika diperkirakan tidak bermanfaat
menghambat persalinan preterm. Namun,
bermanfaat mencegah infeksi pada kasus ketuban pecah dini. Terapi pilihan utama adalan
penisilin dan ampisilin.
2.10.1 Perawatan di Rumah Sakit
Mengingat belum sempurnanya kerja organ-organ tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan
dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu
pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
a. Pengaturan suhu
Bayi prematur mudah dan cepat
sekali menderita hipotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan
panas disebabkan oleh permukaan tubuh yang relatif lebih luas bila dibandingkan
dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan kekurangan
lemak coklat (brown flat). Untuk
mencegah hipotermia perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi
dan dalam keadaan istirahat konsumsi okigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh
bayi tetap normal. Bila bayi dirawat di dalam inkubator maka suhu untuk bayi
dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35˚C dan untuk bayi dengan berat
badan 2 – 2,5 kg adalah 34˚C agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar
37˚C. Kelembapan inkubator berkisar antara 50% - 60%. Kelembapan yang lebih
tinggi diperlukan pada bayi dengan sindroma gangguan pernafasan. Suhu inkubator
dapat diturunkan 1˚C perminggu untuk bayi dengan berat badan 2 kg dan secara
berangsur – angsur ia dapat di letakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan
27˚C - 29˚C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol – botol hangat di sekitarnya atau dengan
memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi. Cara lain untuk
mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36˚C - 37˚C adalah dengan memakai alat
“perspexheat shield” yang diselimutkan pada bayi dalam inkubator. Alat ini
digunakan untuk menghilangkan panas karena radiasi. Akhir – akhir ini telah
mulai digunakan incubator yang dilengkapi dengan alat temperature sensor (thermistor probe). Alat ini ditempelkan
di kulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan
pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk
bayi dengan lahir yang rendah. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal
ini mungkin untuk pengawasan mengenai keadaan umum, perubahan tingkah laku,
warna kulit, pernafasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita
dapat dikenal sedini – dininya dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan
secepatnya.
Gambar 5. Bayi preterm
di inkubator
Sumber: www.tabloidnova.com
Pertama yang dilakukan sebelum pengaturan suhu yaitu
bantuan pernapasan. Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring
dibersihkan dengan isapan yang lembut. Bila pengisapan menggunakan alat, lama
setiap pengisapan tidak boleh lebih dari 10 detik. Ketika memasukkan kateter
jangan memaksa karena dapat menyebabkan trauma pada mukosa. Pemberian terapi
oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan pemantauan terus-menerus tekanan
oksigen darah arteri. Hal ini dilakukan karena pemberian terapi oksigen dapat
menimbulkan hiperoksigenisasi yang dapat menyebabkan fibroplasia retrolental
dan fibroplasia paru.Sebaiknya terapi oksigen tidak melebihi konsentrasi 30%,
kecuali dokter merekomendasikan mememakai tudung kepala dengan alat continous positive airway pressure
(CPAP) atau pipa endotrakea. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan konsentrasi
oksigen yang sihirup tetap stabil dan aman, yaitu tekanan oksigen arteri antara
80-100 mmHg.
b. Pemberian ASI pada bayi prematur
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan
yang terbaik yang dapat diberikan oleh ibu pada bayinya, juga untuk bayi
prematur. Komposisi ASI yang dihasilkan ibu yang melahirkan prematur berbeda
dengan komposisi ASI yang dihasilkan oleh ibu yang melahirkan cukup bulan dan
perbedaan ini berlangsung selama kurang lebih 4 minggu. Sering kali terjadi kegagalan
menyusui pada ibu yang melahirkan prematur. Hal ini disebabkan oleh karena ibu
stres, ada perasaan bersalah, kurang percaya diri, tidak tahu memerah ASI. Pada bayi prematur refleks hisap
dan menelan belum ada atau kurang, energi untuk menghisap kurang, volume gaster
kurang, sering terjadi refluks, peristaltik lambat. Agar ibu yang melahirkan prematur
dapat berhasil memberikan ASI perlu dukungan dari keluarga dan petugas,
diajarkan cara memeras ASI dan menyimpan ASI perah dan cara memberikan ASI
perah kepada bayi prematur dengan sendok, pipet ataupun pipa lambung.
1) Bayi prematur dengan berat lahir
>1800 gram (> 34 minggu gestasi) dapat langsung disusukan kepada ibu.
Mungkin untuk hari – hari pertama jika ASI belum mencukupi dapat diberikan ASI donor dengan
sendok / cangkir 8 – 10 kali sehari.
2) Bayi prematur dengan berat lahir
1500- 1800 gram (32 – 34 minggu), refleks hisap belum baik, tetapi refleks
menelan sudah ada, diberikan ASI perah dengan sendok / cangkir, 10 – 12 kali
sehari.
3) Bayi prematur dengan berat lahir
1250 – 1500 gram (30 – 31 minggu), refleks hisap dan menelan belum ada, perlu
diberikan ASI perah melalui pipa orogastrik 12 kali sehari.
c. Makanan bayi
Pada bayi prematur, reflek hisap,
telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim
pencernaan terutama lipase masih kurang disamping itu kebutuhan protein 3 – 5
gram/ hari dan tinggi kalori (110 kal/ kg/ hari). Jumlah ini lebih tinggi dari yang
diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3
jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Sebelum pemberian minum pertama
harus dilakukan penghisapan cairan lambung. Hal ini perlu untuk mengetahui ada
tidaknya atresia esophagus dan mencegah muntah. Penghisapan cairan lambung juga
dilakukan setiap sebelum pemberian minum berikutnya. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau
lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram
kurang mampu menghisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari pertama, maka bayi diberi
minum melalui sonde lambung (orogastrik
intubation). Jumlah
cairan yang diberikan untuk pertama kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlahnya dapat
ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam. Banyaknya cairan yang diberikan
adalah 60mg/kg/hari dan setiap hari dinaikkan sampai 200mg/kg/hari pada akhir
minggu kedua.
d. Mencegah infeksi
Bayi prematur mudah sekali
terserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi
kurang, relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta
reaksi terhadap peradangan belum baik oleh karena itu perlu dilakukan tindakan
pencegahan yang dimulai pada masa perinatal memperbaiki keadaan sosial ekonomi,
program pendidikan (nutrisi, kebersihan dan kesehatan, keluarga berencana,
perawatan antenatal dan post natal), screening
(TORCH, Hepatitis, AIDS), vaksinasi tetanus serta tempat kelahiran dan
perawatan yang terjamin kebersihannya. Tindakan aseptik antiseptik harus selalu
digalakkan, baik di ruang rawat gabungan maupun di bangsal neonatus. Infeksi yang
sering terjadi adalah infeksi silang melalui para dokter, perawat, bidan, dan
petugas lain yang berhubungan dengan bayi. Untuk mencegah itu maka perlu
dilakukan
1)
Diadakan pemisahan antara
bayi yang terkena infeksi dengan bayi yang tidak terkena infeksi
2)
Mencuci tangan setiap kali
sebelum dan sesudah memegang bayi
3)
Membersihkan temapat tidur
bayi segera setelah tidak dipakai lagi (paling lama seorang bayi memakai tempat
tidur selama 1 minggu untuk kemudian dibersihkan dengan cairan antisptik)
4)
Membersihkan ruangan pada
waktu – waktu tertentu
5)
Setiap bayi memiliki
peralatan sendiri
6)
Setiap petugas di bangsal
bayi harus menggunakan pakaian yang telah disediakan
7)
Petugas yang mempunyai
penyakit menular dilarang merawat bayi
8)
Kulit dan tali pusat bayi
harus dibersihkan sebaik – baiknya
9)
Para pengunjung hanya boleh
melihat bayi dari belakang kaca
e. Minum cukup
Selama dirawat, pihak rumah sakit
harus memastikan bayi mengkonsumsi susu sesuai kebutuhan tubuhnya. Selama belum
bisa menghisap denagn benar, minum susu dilakukan dengan menggunakan pipet.
f. Memberikan sentuhan
Ibu sangat disarankan untuk terus
memberikan sentuhan pada bayinya. Bayi prematur yang mendapat banyak sentuhan
ibu menurut penelitian menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih cepat
daripada jika si bayi jarang disentuh.
g. Membantu beradaptasi
Bila memang tidak ada komplikasi,
perawatan di RS bertujuan membantu bayi beradaptasi dengan limgkungan barunya.
Setelah suhunya stabil dan dipastikan tidak ada infeksi, bayi biasanya sudah
boleh dibawa pulang. Namun ada juga sejumlah RS yang menggunakan patokan berat badan. Misalnya
bayi baru boleh pulang kalau beratnya mencapai > 2,5 kg kendati sebenarnya berat badan
tidak berbanding lurus dengan kondisi kesehatan bayi secara umum (Didinkaem, 2007).
2.10.2 Perawatan di Rumah
a. Minum susu
Bayi prematur membutuhkan susu
yang berprotein tinggi. Ibu – ibu hamil yang melahirkan bayi prematur dengan
sendirinya akan memproduksi ASI yang proteinnya lebih tinggi dibandingkan
dengan ibu yang melahirkan bayi cukup bulan. Sehingga diusahakan untuk selalu
memberikan ASI eksklusif, karena zat gizi yang terkandung didalamnya belum ada
yang menandinginya dan ASI dapat mempercepat pertumbuhan berat anak.
b. Jaga suhu tubuhnya
Salah satu masalah yang dihadapi
bayi prematur adalah suhu tubuh yang belum stabil. Oleh karena itu, orang tua
harus mengusahakan supaya lingkungan sekitarnya tidak memicu kenaikan atau
penurunan suhu tubuh bayi. Bisa dilakukan dengan menempati kamar yang tidak
terlalu panas ataupun dingin.
Perawatan Bayi Lekat (PBL) atau KMC (Kangaroo
Mother Care) adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus
menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif. Tujuannya agar bayi
kecil tetap hangat. Dapat dimulai segera setelah lahir atau setelah bayi
stabil. KMC dapat dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah bayi pulang.
Bayi tetap bisa dirawat dengan KMC meskipun belum bisa menyusu, berikan asi
peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. KMC
dilakukan sampai bayi berat badan 2500 gr atau mendekati 40 minggu, atau sampai
bayi kurang nyaman dengan KMC, misalnya sering bergerak, gerakan ekstremitas
berlebihan, san bila dilakukan KMC lagi bayi menangis. Bila ibu perlu
istirahat, dapat digantikan ayah, saudara atau petugas kesehatan. Bila tidak ada yang menggantikan, bayi diberi
pakaian hangat dan topi, dan diletakkan di boks bayi dalam ruangan hangat. Pasa
saat melakukan KMC bayi diberi pakaian, topi, popok, dan kaos kaki yang telah
dihangatkan lebih dahulu. Letakkan bayi di dada ibu dengan posisi tegak
langsung ke kulit ibu, dan lihat apakah
kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Kemudian posisikan bayi dalam frog
position yaitu fleksi pada siku san tungkai, kepala dan dada bayi terletak
di dada ibu dengan kepala agak ekstensi. Menutupi bayi dengan pakaian ibu
ditambah selimut yang sudah dihangatkan sebelumnya.
Bila baju ibu tidak dapat menyokong bayi, dapat
menggunakan handuk/kain (dilipat diagonal, dan
difiksasi dengan ikatan atau peniti yang aman di bahu ibu), kain lebar
elastik,atau kantong yang dibuat sedemikian untuk menjaga tubuh bayi. Dapat
pula memakai baju dengan ukuran lebih besar
dari badan ibu, bayi diletakkan diantara payudara ibu, baju
ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar
bayi tidak terjatuh. Dalam memantau bayi ibu harus tahu bagaimana kedaaan
normal bayi mengenai pola pernapasan dan warna kulit bayi normal. Mintalah pada
ibu wapada terhadap tanda yang tidak biasanya ditemui atau tidak normal.
Jelaskan pada ibu bahwa KMC penting agar pernapasan bayi baik dan mengurangi
risiko terjadinya apnea, dibanding bila bayi diletakkan di dalam boks. Mengajari ibu cara menstimulasi bayi
(mengelus dada atau punggung, atau menyentil kaki bayi) bila bayi tampak biru
di daerah lidah, bibir atau sekitar mulut atau napas berhenti lama.
Gambar
6. Perawatan Bayi Lekat (PBL) atau KMC
(Kangaroo Mother Care)
Sumber:
www.health.kompas.com
c. Pastikan semuanya bersih
Bayi prematur lebih rentan
terserang penyakit dan infeksi. Karenanya orang tua harus berhati – hati
menjaga keadaan si kecil supaya tetap bersih sekaligus meminimalisir
kemungkinan terserang infeksi. Maka sebaiknya cuci tangan sebelum memberikan
susu, memperhatikan kebersihan kamar.
d. BAB dan BAK
BAB dan BAK bayi prematur masih
terhitung wajar jika setelah disusui lalu dikeluarkan dalam bentuk pipis atau feses. Menjadi tidak wajar apabila
tanpa diberi susu pun bayi terus BAB dan BAK. Untuk kasus seperti ini tidak ada jalan lain kecuali segera
membawanya ke petugas kesehatan.
e. Berikan stimulus yang sesuai
Bisa dilakukan dengan mengajak
berbicara, membelai, memijat, mengajak bermain, menimang, menggendong,
menunjukkan perbedaan warna gelap dan terang, gambar – gambar dan mainan
berwarna cerah.
BAB 4. ASUHAN
KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas klien
Terdiri
dari nama, jenis kelamin, umur, agama, suku, pekerjaan, status, alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nama ruangan, dan diagnosa medik.
4.1.2 Riwayat Kehamilan
1) Riwayat kehamilan masa lalu
Ibu pasien apakah pernah mengalami kondisi seperti infeksi (termasuk
infeksi saluran kemih, vagina, penyakit menular seksual, dan kemungkinan
infeksi lainnya), tekanan darah tinggi, diabetes, gangguan pembekuan darah, underweight
atau overweight sebelum hamil, jarak antara kehamilan terlalu
berdekatan, perdarahan per vagina, mulut rahim lemah, rupture kantung amnion,
riwayat persalinan prematur sebelumnya, rahim abnormal, malnutrisi, dan
kelainan pada bayi. Kondisi lainnya, yaitu merokok, minum alkohol, menggunakan
obat terlarang, kekerasan rumah tangga, keterlambatan atau tidak pernah periksa
kehamilan, dukungan sosial yang kurang, stres, dan pekerjaan yang membutuhkan
berdiri dalam waktu yang lama.
2) Riwayat kesehatan kehamilan keluarga
Pasien memiliki riwayat penyakit keturunan mengalami prematur di
dalam keluarga terdahulu.
4.1.3 Status Bayi Baru Lahir
Pada bayi prematur keadaan yang biasa timbul
saat bayi prematur tersebut baru lahir adalah:
1) Ekstremitas tampak kurus
dengan sedikit otot dan lemak sub kutan kepala
2) Badan disporposional,
kulit tipis dan keriput
3) Tampak pembuluh darah di
abdomen dan kulit kepala
4) Lanugo pada ekstremitas, punggung dan bahu
5) Telinga lunak dengan
tulang rawan minimal dan mudah terlipat
6)
Labia dan clitoris tampak menonjol
7)
Sedikit lipatan pada telapak tangan & kaki
4.1.4 Pemeriksaan Fisik secara head to toe
1) Keadaan umum klien
Keadaan umum pasien edema pada ekstremitas, wajah mungkin memar dan kulit transparan.
2) Observasi TTV
Suhu berfluktuasi dengan mudah, denyut nadi apikal tidak
teratur / tidak normal(120 sampai 160 dpm), RR tidak teratur dengan periode
apnea.
3) Tinggi dan berat badan
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak
gendut, bobot kurang dari 2500 gr.
4) Neurosensori
Respon bayi prematur untuk stimulasi lambat, reflek
menghisap dan menelan kurang, reflek
batuk lemah, pusat kontrol pernafasan, suhu dan vital lain belum maksimal.
5) Pernapasan
Pada pasien bayi prematur biasanya otot-otot pernapasan
susah berkembang, dinding dada tidak stabil, produksi surfaktan menurun, pernafasan tidak teratur dengan periode
apnea dan ajanosis, tidak ada reflek dan batuk.
6) Kardiovaskuler
Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam
batas normal (120 sampai 160 dpm) murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus
paten (PDA).
7) Sistem Pencernaan
Biasanya pada bayi prematur ukuran lambung kecil,
penurunan enzim, garam empedu kurang, keterbatasan mengubah glukosa menjadi
glikogen, keterbatasan melepas insulin, kurang koordinasi reflek menghisap dan
menelan.
8)
Seksualitas
Genetalia. Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan
kritoris menonjol testis pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada
pada skrotum.
4.1.5 Pemeriksaan
Diagnostik
Pilihan tes yang diperkirakan tergantung pada adanya masalah dan komplikasi
sekunder. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu
1)
Studi cairan amniotik : untuk rasia lesetin
terhadap sfingofielin , profil paru janin, dan fosfatidigliserol /
fosfatidilinositol mungkin telah dilakukan selama kehamilan untuk mengkaji
maturitas janin.
2)
Darah lengkap : penurunan pada hemoglobin dan hematokrit
mungkin dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah, sel darah putih
mungkin kurang dari 10.000/mm3 dengan pertukaran ke kiri ( kelebihan dini dari
netrofil) yang biasanya berhubungan dengan penyakit bakteri berat.
3)
Dekstrostik: menyatakan hipoglekimia. Tes
glukosa serum mungkin diperlukan bila hasil dekstrostik kurang dari 45mg/ml.
4)
Kalsum serum: mungkin rendah.
5)
Elektrolit : biasanya dalam btas normal pada
awalnya.
6)
Golongan darah:dapat menyebankan potensial
inkompetibilitas ABO. Penentuan Rh dan comb langsung (bila ibu Rh-negatif dan
ayah Rh-positif) : menentukan inkompatibilitas.
7)
Gas darah arteri (GDA): PO2 mungkin
rendah, PCO2 mungkin meningkat dan menunjukan asidosis ringan ,
spesis ,atau kesulitan nafas yang lama.
8)
Laju sidemintasi eritrosit : meningkat menunjukkan
respon inflamasi akut penurunan ESR menujukan resolusi inflamasi.
9)
Protein C kreatif (beta globulin) : ada dalam
serum sesuai dengan proporsi beratnya radang infeksi atau non infeksi. Jumlah
trombosittopenia dapat menertai sepsis.
10)
Kadar fibrinogen: dapat menurun selama koagulasi
intravaskuler diseminata (KID) atau menjadi meningkat selama cedra.
11)
Produk spilt fibrin: ada pada KID.
12)
Kultur darah: mengidentifikasi organisme penyebab
yang dihubungkan dengan sepsis.
13)
Urinalis (pada spesimen kedua yang di
keluarkan): mendeteksi abnormalitas, cedera ginjal.
14)
Klinites : mengidentifikasi gula dalam darah .
15)
Hemates: memeriksa adnya darah pada feses; hasil
positif menunjukan nekrotisasi entro kolitis.
16)
Tes shake aspiral lambung: menentukan adanya
surfaktan .
17)
Sinar X dada (PA dan lateral) dengan porogram
udara: dapat menunjukkan penampilan groun-glass (RDS).
18)
Seri ultrasonografi kranial : mendeteksi ada dan
beratnya hemoragi intravekuler.
19)
Pungsi lumbal: dapat dilakukan untuk memeriksa meningitis.
4.2 Diagnosa
4.2.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru-paru, tidak tersedianya O2, penurunan
energi, kelelahan
4.2.2
Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan
dengan imaturitas kontrol suhu dan
berkurangnya lemak tubuh subkutan
4.2.3
Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan cadangan Imunoglobulin dari ibu, imatur
imunitas, defek pertahanan imunologik
4.2.4
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan, penurunan keefektifan ventilasi paru
4.2.5
Kelelahan berhubungan dengan penurunan energi akibat tidak menghasilkan kalori
4.2.6 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar oksigen darah, hipoksia jaringan, ketidakseimbangan metabolik
(hiperbilirubin), hipoglikemia
4.2.7 Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan imaturitas produksi enzim, ketidakmampuan
ingesti nutrien
4.2.8 Risiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan karakteristik fisiologis imatur bayi, kehilangan cairan
berlebihan
4.2.9 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imaturitas integumen
4.2.10 Risiko cedera berhubungan dengan
imaturitas sistem saraf pusat, berkurangnya nutrien seluler (glukosa dan
oksigen)
4.2.11 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
imaturitas pertumbuhan perkembangan, kelahiran preterm
4.2.12 Ansietas
(pada keluarga pasien) berhubungan dengan perubahan status kesehatan pasien, faktor fisiologis
4.2.13 Kurang pengetahuan (pada keluarga pasien) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang keadaan pasien
4.2.14 Perubahan proses
keluarga berhubungan dengan krisis
situasi/maturasi, defisiensi pengetahuan
4.3
Perencanaan
4.3.1 Diagnosa 1
Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan imaturitas paru-paru,
tidak tersedianya O2, penurunan energi, kelelahan ditandai dengan dispnea, takipnea, periode apnea,
pernafasan cuping hidung, penggunaan bantuan otot, sianosis, GDA abnormal,
takikardia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien dapat
memperlihatkan parameter oksigenasi yang adekuat
Kriteria
hasil : Mempertahankan pola pernafasan periodik (periode
apenik berakhir 5-10 detik diikuti dengan periode pendek ventilasi cepat).
Dengan membran mukosa merah muda dan frekuensi jantung DBN.
Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan.
Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus jantung, tonus
otot, dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau perawatan. Lakukan
pemantauan jantung dan pernafasan yang kontinu
2. Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan
3. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan
yang dapat memperberat depresi pernapasan pada bayi
4. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang
dengan gulungan pokok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperektensi
5. Pertahankan suhu tubuh optimal
6. Berikan rangsangan taktil
yang segera (misal gosokan punggung bayi) bila terjadi apnea. Perhatikan adanya
sianosis, bradikardi, atau hipotonia. Anjurkan kontak orang tua
7. Tempatkan bayi pada matras
bergelombang
Kolaborasi
1. Pantau pemeriksaan
laboratorium (Misal GDA, glukosa serum, elekrolit, kultur,dan kadar obat)
sesuai indikasi
2. Berikan oksigen sesuai
indikasi
3. Berikan obat-obatan sesuai
indikasi
Natrium bikarbonat
Antibiotik
Kalsium glikonat
Aminoflin
Pankuronium bromida (pavulon)
Larutan glukosa
|
-
Membantu dalam memberikan periode perputaran
pernafasan normal dari serangan apneik sejati, yang terutama sering terjadi
sebelum gestasi minggu ke-30
Menghilangkan mukus yang menyumbat jalan napas
Madnesium sulfat dan narkotik menekan pusat
pernafasan aktifitas SSP
Posisi ini dapat mempermudah pernafasan dan
menurunkan episode apneik, khususnya pada adanya hipoksia, asidosis
metabolik, atau hiperkapnia
Adanya sedikit peningkatan atau penurunn suhu
lingkungan dapat menimbulkan apnea
Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan
kembalinya pernafasan spontan. Kadang-kadang, bayi mengalami kejadian apnea
lebih sedikit atau tidak ada, atau bradikardia bila orangtua menyentuh dan
bicara pada mereka
Gerakan memberikann rangsangan, yang dapat
menurunkan kejadian apneik
Hipoksia, asidosis metabolik,
hiperkapnia, hipoglekimia, hipokalsemia dan sepsis dapat memperberat serangan
apneik. Toksisitas obat yang menekan fungsi pernafasan dapat terjadi
karena pernafasan dapat terjadi karena keterbatasan ekskresi dan waktu paruh
obat yang lama
Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat
meningkatkan pernafasan
Memperbaiki asidosis
Mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis
Hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea
Dapat meningkatkan aktivitas pusat pernafasan dan
menurunkan sensitifitas terhadap karbondiosida, menurunkan frekuensi
apnea.
Mengakibatkan relaksasi otot rangka yang mungkin
perlu bila bayi secara mekanis terventilasi.
Mencegah hipoglikemia
|
4.3.2 Diagnosa 2
Ketidakefektifan
termoregulasi berhubungan dengan imaturitas kontrol suhu dan berkurangnya lemak tubuh
subkutan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien akan
mempertahankan suhu tubuh yang stabil
Kriteria
hasil : Mempertahankan suhu kulit /aksila dalam 35,5°-37,3° C
dan bebas dari tanda-tanda stres dingin
Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji suhu dengan sesering
mungkin. Periksa suhu rektal pada awalnya; selanjutnya, periksa suhu
aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar
hangat. Ulangi setiap 15 menit selama penghangatan ulang
2. Tempatkan bayi pada
penghangat, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat atau tempat tidur bayi terbuka dengan
pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua, gunakan bantal
pemanas di bawah bayi bila perlu, dalam hubunganya dengan tempat tidur isolet
atau terbuka
3. Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup
penyebar hangat atau inkubator pada bayi dengan penutup plastik atau kertas
alumunium bil tepat.
4. Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari
pembukaan pagar isolette yang tidak
semestinya
5. Ganti pakaian atau linen tempat bila basah.
Pertahankan kepala bayi tetap tertutup
6. Pantau sistem pengatur suhu,
penyebar hangat, atau inkubator. (pertahankan batas atas pada bayi 98,6of,
tergantung pada ukuran atau usia bayi)
7. Pertahankan kelembapan
relatif 50-80%. Oksigen lembap hangat 88-93° F(31-34C°)
8. Perhatikan adanya takipnea
atau apnea, sianosis umum, akrosianosis, atau kulit belang, bradikardia,
menangis buruk, atau latergi. Evaluasi derajat dan lokasi ikterik.
9. Berikan penghangatan
bertahap untuk bayi yang stres dingin
10. Kaji haluaran dan berat
jenis urin
11. Pantau penambahan berat badan
berturut-turut. Bila penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu
lingkungan sesuai indikasi
12. Kaji kemajuan kemampuan bayi
untuk berdaptasi terhadap suhu rendah di dalam inkubator, atau
pada suhu ruangan, saat mendemonstrasikan penambahan berat badan yang tepat
13. Pantau suhu tubuh bayi bila
keluar dari lingkungan hangat. Berikan informasi termoregulasi kepada
orangtua
14. Perhatikan perkembangan
takikardia, warna kemerahan, diaforesis, letargi, apnea, koma atau aktivitas
kejang
15. Evaluasi sumber eksternal ( misal
foto terapi, lampu pemanas , atau sinar matahari). Batasi pakaian dan mandi
diseka dengan spon menggunakan air hangat. Pastikan posisi yang tepat dari
alat pengukur suhu bila digunakan.
Kolaborasi
1. Pantau pemeriksaan
laboratorium,sesuai indikasi ( misal GDA, Glukosa, serum, elektrolit, dan
kadar bilirubin)
2. Berikan D10 W dan
ekspander volume secara intravena, bila diperlukan.
3. Berikan suplemen oksigen
sesuai indikasi
20. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi
Fenobarbital
Natrium bikarbonat
|
-
Hipotermia membuat bayi
cenderung stres dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat
diperbarui bila ada, dan menurunkan sensitivitas untuk meningkatkan kadar
karbon dioksida (hiperkapnia) atau penurunan kadar oksigen (hipoksia)
(penghangatan ulang terlalu cepat berkenaan dengan kondisi apneik, hal ini
dapat menyebabkan depresi pernapasan lanjut sebagai pengganti pernapasan.
Mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan oksigen)
Mempertahankan lingkungan termonal, membantu
mencegah stres dingin
Menurunkan kehilangan panas
pada lingkungan yanng lebih dingin dari ruangan
Menurunkan kehilangan panas
karena konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan panas melalui radiasi
Menurunkan kehilangan melalui
evaporasi
Hipertermi akibat peningkatan
pada laju metabolisme, kebutuhan oksigen dan glukosa dan kehilangan air tidak
kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan yang dapat dikontrol terlalu
tinggi
Mencegah evaporasi
berlebihan , menurunkan kehilngan cairan tidak kasat mata
Tanda-tanda ini menandakan stres
dingin, yang meningkatkan konsumsi oksigen dan kalori serta membuat bayi
cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolisme anaerobik
Peningkatan suhu tubuh yang
cepat dapat menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan apnea
Peningkatan haluaran dan
peningkatan berat jenis urin di hubungkan dengan penurunan perfusi ginjal
selama periode stres dingin
Ketidakadekuatan penambahan
berat badan meskipun masukan kalori tidak adekuat dapat menandakan bahwa
kalori di gunakan untuk mempertahankan suhu tubuh, memerlukan peningkatan
suhu lingkungan
Alat buain dapat digunakan bila
bayi dapat mempertahankan suhu tubuh stabil 97,7° F dalam udara ruangan
dan dapat meningkatkan berat badan
Kontak di luar tempat tidur,
khususnya dengan orangtua, mungkin singkat bila dimungkinkan untuk mencegah
stres dingin (catatan: hipertermia dapat terjdi bila bayi digendong oleh
orang tua)
Tanda-tanda hipertermia
(suhu tubuh lebih dari 99° F( 37,2° C). Dan berlanjut pada kerusakan otak
bila tidak teratasi.
Tindakan ini secra umum
berhasil dalam memperbaiki hipertermia
Stres dingin meningkatkan
kebutuhan terhadap glukosa dan oksigen serta dapat menyebabkan masalah asam –basa
bila bayi mengalami metabolisme anerobik bila kadar oksigen yang cukup tidak
tersedia. Peningkatan kadar bilirubin inderek dapat terjadi
karena pelepasan asam lemak dari metabolisme lemak coklat, dengan asam
lemak bersaig dengan bilirubin pada bagian ikatan di albumin. Asidosis
metabolik dapat juga terjadi pada hipertermia.
Pemberian dekstrosa mungkin
perlu untuk meperbaiki hipoglikemia. Hipotensi karena vasodilatasi
perifer mungkin memerlukan tindakan pada bayi yang mengalami stress panas.
Hipertermia dapat menyebabkan peningkatan dehidrasi tiga sampai empat kali
lipat
Bila oksigen tidak siap tersedia
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik berkenaan dengan upaya untuk
meningkatkan suhu tubuh, bayi akan menggunakan metabolisme anaerobik,
mengakibatkan asidosis karena pembentukan asam laktat. Hipotermia menurunkan
respons bayi praterm terhadap hipoksia dan hiperkapnia, yang menyebabkan
depresi pernapasan lanjut sebagai ganti dari peningkatan frekuensi
pernapasan, mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan oksigen. Hipertermia
karena penghangatan terlalu cepat dihubungkan dengan keadaan apnea, peningkatan
kehilangan air yang tidak kasatmata dan peningkatan frekuensi metabolik
dengan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen dan glukosa
Membantu mencegah kejang
berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan oleh hipertermia
Memperbaiki asidosis, yang
dapat terjadi pada hipotermia dan hipertermia
|
4.3.3 Diagnosa 3
Risiko infeksi berhubungan dengan
penurunan cadangan Imunoglobulin dari ibu, imatur imunitas, defek pertahanan
imunologik. Faktor risiko dapat meliputi : Respon imun imatur, kulit
rapuh, jaringan trauma, prosedur invasif, pemajangan lingkungan (KPD,
pemajangan transplasental).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak memperlihatkan
tanda infeksi nosokomial
Kriteria hasil : Mempertahankan serum negatif,
CSS, urin, dan kultur nasofaringeal dengan hitung darah lengkap, trombosit,
kadar pH, dan tanda vital DBN.
Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Tinjau ulang catatan kelahiran. Perhatikan apakah
tindakan resusitasi diperlukan, lama pecah ketuban, dan adanya
korioamnionitis.
2. Tentukan usia gestasi janin
dengan menggunakan kriteria Dubowitz.
3. Tingkatkan cara-cara mencuci
tangan pada staf, orangtua, dan pekerja lain per protokol. Gunakan antiseptik
sebelum membantu dalam pembedahan atau prosedur invasif.
4. Pantau staf dan pengunjung akan
adanya lesi kulit, luka basah, infeksi pernapasan akut, demam,
gastroenteritis, herpes simpleks aktif (oral, genital, atau paronisial), dan
herpes zoster.
5. Berikan jarak yang adekuat
antara bayi atau antara unit isolette
atau unit individu. Gunakan ruangan isolasi terpisah dan teknik isolasi
sesuai indikasi.
6. Kaji bayi terhadap tanda-tanda
infeksi, seperti ketidakstabilan suhu (hipotermia atau hipertermia), letargi
atau perubahan perilaku, distres pernapasan (apnea, sianosis, atau takipnea),
ikterik, petekie, kongesti nasal, atau drainase dari mata atau umbilikus.
7. Buat kelompok bayi, bila
mungkin, dan jamin bahwa perawat yang sama merawat bayi-bayi yang
dikelompokkan bersama.
8. Lakukan perawatan tali pusat
sesuai protokol rumah sakit.
9. Siapkan lokasi tempat prosedur
invasif dengan alkohol (70%), iodin tingtur, atau iodofor. Pantau lokasi
infus intravena dan lokasi jalur pemantauan invasif perprotokol.
10. Gunakan teknik aseptik selama penghisapan. Bubuhi
tanggal pada larutan yang terbuka untuk pelembaban, irigasi, atau nebulasi,
dan buang setelah 24 jam. Jamin pembersihan rutin atau penggantian peralatan
pernapasan.
11. Perlakuan jalur arteri, stopkok, dan kateter sebagai
daerah steril, ambil spesimen darah pada waktu yang sama.
12. Pantau bayi terhadap tanda-tanda awitan lanjut
penyakit atau infeksi.
13. Observasi terhadap tanda – tanda syok atau koagulasi
intravascular diseminata (KID), seperti bradikardia, penurunan TD,
ketidakstabilan suhu, malas, edema, atau eritema pada dinding abdomen.
14. Berikan ASI untuk pemberian makan, bila tersedia.
Kolaborasi
1. Dapatkan specimen, sesuai
indikasi (misal urin melalui aspirasi suprapubis, darah, CSS, lesi kulit
terlihat, nasofaring, atau sputum bila bayi diintubasi)
2. Pantau pemeriksaan laboratorium
sesui indikasi :
a. Seri jumlah SDM dan diferensia.
b. Jumlah trombosit
c. Glukosa dan kadar PH serum
3. Berikan antibiotik secara
intravena berdasarkan laporan sensitivitas.
4. Bantu dengan pungsi lumbal,
sesuai kebutuhan.
5. Bantu dengan tindakan untuk
kemungkinan kondisi yang berhubungan dengan infeksi : hipoksemia,
abnormalitas sushu, ketidakseimbangan elektrolit dan asam-basa, anemia, atau
syok.
6. Berikan immunoglobulin intrvena
dengan tepat.
|
-
Faktor-faktor maternal seperti
KPD dengan persalinan dan kelahiran praterm kemungkinan disebabkan oleh
proses infeksi asenden. Infeksi transplasental didapat (yang mempengaruhi dua
sepertiga dari semua bayi terinfeksi) juga merupakan ancaman. Bayi yang telah
diresusitasi dan yang telah mendapat intervensi invasif lebih cenderung terinvasi
patogen dan infeksi. Sepsis awitan-awal (terjadi dalam 2 hari pertama
kehidupan) dipengaruhi oleh pertahanan hospes dan durasi pecah ketuban
antepartum
Kelahiran sebelum gestasi minggu ke-28–30
meningkatkan kerentanan bayi terhadap infeksi, karena penurunan kemampuan SDP
untuk menyerang bakteri, penurunan pemindahan imunoglobulin G (IgG
ditransportasikan melewati plasenta terutama pada trimester ke-3), kurang
imunogloblin A (IgA) bila bayi tidak menerima ASI, dan keratin kulit buruk
dengan ketidakefektifan kualitas barier. (Catatan: Bayi yang menderita
retardasi pertumbuhan intrauterus berisiko tinggi terhadap infeksi).
Mencuci tangan adalah praktik
yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang serta mengontrol
infeksi dalam ruang perawatan
Penularan penyakit pada
neonatus dari pekerja atau pengunjung dapat terjadi secara langsung atau
tidak langsung
Memberikan jarak 4-6 kaki
dengan bayi membantu mencegah penyebaran droplet atau infeksi melalui udara
Bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi, suhu tubuh
sendiri merupakan adalah cara yang tidak dapat dipercaya dalam mengkaji
infeksi pada bayi praterm dengan kerusakan respons inflamasi dan mobilisasi
SDP
Bayi-bayi yang lahir dalam kerangka waktu yang sama
(biasanya 24-48 jam), atau terkolonisasi/terinfeksi dengan patogen yang sama,
mungkin dikelompokkan bersama sampai pulang. Pengelompokkan ini merupakan
tindakan yang penting dalam mengontrol infeksi dengan membatasi jumlah dari
kontak satu bayi dengan bayi yang rentan atau petugas lainnya.
Penggunaan alkohol lokal,
triplet dye, dan berbagai antimikroba yang membantu mencegah kolonisasi
Menurunkan insiden kemungkinan
flebitis atau bakteremia
Menurunkan kesempatan untuk masuknya bakteri yang
dapat mengakibatkan infeksi pernapasan.
Membantu mencegah bakteremia berkenaan dengan jalur
arteri dan aksesnya yang langsung pada darah dan jaringan dalam.
Awitan lanjut penyakit dapat terjadi dapat terjadi
secepat-cepatnya pada hari kelima, tetapi ini biasanya terjadi setelah minggu
pertama kehidupan. Tanda-tanda awitan lanjut infeksi kemungkinan disebabkan
oelh bakteri yang didapat
KID dapat terjadi dengan septikemia gram negatif.
ASI mengandung IgA, makrofag, limfosit, dan
netrofil, yang memberikan beberapa perlindungan dari infeksi.
tes kultur/ sensitivitas perlu untuk mendiagnosa
pathogen dan mengindentifikasi terapi yang tepat.
prematuria menurunkan respon imun pada infeksi.
Jumlah SDP pada bayi praterm bervariasi dari 6.000 sampai 225.000/mm3 dan
dapat berubah dari hari ke hari, membatasi reabilitas diagnostic. Peningkatan
nyata atau tiba-tiba atau penurunan SDP atau sel pita menandakan infeksi.
sepsis menyebabkan jumlah trombosit menurun, tetapi
pada bayi praterm, rentang trombosit normal mungkin hanya 60.000 (pada 3 hari
pertama) sampai 100.000/mm3
hipoglikemi, hiperglikemi atau asodisis metabolik (
dengan kadar bikarbonat kurang dari 21 mEq/L ) menandakan infeksi.
antibiotik spectrum luas meliputi ampisilin dan
aminoglikosida biasanya diindikasikan, menunggu hasil tes kultur dan
sensitivitas. Penggunaan antibiotic sistemik dengan sembarangan atau tidak
tepat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diharpkan, membantu
mengembangkan resitensi strain bakteri, dan mengubah flora normal bayi baru
lahir.
membantu mengidentifikasi organisme dan lokasi
infeksi bila meningitis dicurigai
kejadian fisiologis yang
berhubungan dan gejala sisa mungkin mengancam hidup bayi karena infeksi itu
sendiri.
penelitian menunjukkan Ig IV dapat meningkatkan laju
kehidupan pada bayi septic, selain itu, terapi profilaktik untuk bayi dengan
berat badan kurang dari 1500 g dapat menurunkan insiden awitan lanjut infeksi
nosokomial.
|
4.4 Implementasi
Dilaksanakan sesuai dengan
rencana tindakan.
4.5 Evaluasi
Format
evaluasi menggunakan format SOAP.
S :
merupakan respon subjektif dari klien mengenai hasil yang telah diperoleh
selama tindakan dilakukan.
O :
merupakan pengamatan objektif dari perawat mengenai respon klien terhadap
tindakan yang telah dilakukan.
A :
merupakan analisa perawat mengenai masalah klien setelah dilakukan tindakan.
P :
merupakan planning atau rencana tindakan selanjutnya kepada klien
setelah dilakukan tindakan.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bayi preterm atau disebut juga prematur
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari atau sama dengan 37
minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. Angka kelahiran prematur yang tercatat di Indonesia pada
tahun 2009 sekitar 19%, sekitar 400 ribu bayi dilahirkan prematur dari 4,4 juta
kelahiran setiap tahunnya. Penyebab persalinan prematur yaitu ketuban pecah
dini, infeksi, kelainan
uterus, vaginosis bakterialis, komplikasi medis danobstretis, dan penyakit sistemik kronis pada ibu. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kelahiran bayi prematur yaitu faktor ibu, faktor janin, faktor
plasenta, dan faktor lainnya.
Tanda dan gejala bayi prematur yaitu berat badan ≤ dari 2500 gr, panjang badan ≤ 46 cm, lingkar kepala ≤ 33 cm, lingkar dada ≤ 30 cm, masa gestasi kurang
dari 37 minggu, kepala lebih besar
daripada badan, batas dahi dan rambut kepala tidak jelas, kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak terutama
pada dahi, pelipis, telinga, dan lengan, lemak subkutan kurang, otot hipotonik lemah,
tumit mengilap, refleks tonus otot
masih lemah, refleks menghisap dan menelan serta refleks batuk belum sempurna, tulang rawan dan daun telinga immature (elastik daun telinga masih
kurang sempurna). Penyakit
dan masalah yang sering terjadi pada bayi prematur yaitu sindrom distress
pernapasan, aspirasi pneumonia, perdarahan intraventrikular, fibroplasia
retrolental atau ROP (retinopaty of
prematurity), hiperbilirubinemia, hipotermi/hipertermi.
5.2 Saran
5.2.1 Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang bayi preterm baik dari pengertian, patofisiologi, etiologi,
manifestasi klinis maupun pencegahan serta penerapan asuhan keperawatannya.
5.2.2 Mahasiswa diharapkan lebih banyak menggali kembali tentang bayi preterm. Ilmu yang didapatkan dapat diterapkan dalam kehidupan
masyarakat.
5.2.3 Diharapkan kepada tim kesehatan maupun
mahasiswa keperawatan untuk lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat mengenai pencegahan bayi preterm.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, dan Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Bobak, loedermik Jansen. 2004. Buku Ajar Keperawatan. Edisi
4.Jakarta:EGC.
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard Karl dan
Dochterman, Joanne McCloskey. 2008. Nursing
Interventions Classifications (NIC). Michigan University: Mosby elsevier.
Cunningham, G. F. et al. 2005. Obstetri
William. Jakarta. EGC.
Damanik dkk. 2004. Masalah Perawatan Pada Bayi Prematur.
Pelatihan Perawatan Neonatologi, 8 Maret – 8 Mei 2004, 1-12.
Doenges, Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal Bayi Pedoman
untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta:EGC.
Hull, David dan Johnston, Derek I. 2008. Dasar-Dasar Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Iams J D. Prematurity: Prevention And Treatment. In: Queenan JT (eds). Management Of High Risk Pregnancy. Boston:Blackwell Scient.
Publ. 1994.
Jumiarni dkk. 1995. Asuhan
Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC.
Kurniasih, Shinta. 2009. Persalinan Prematur. Himpunan Mahasiswa FKM Unhas. Sulawesi
Selatan. Available from: http://himapid.blogspot.com/2009/10/persalinan-prematur.html (diakses pada tanggal 7 Februari 2013).
Manuaba dkk.
2007. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue., Maas, Meridean L. dan Johnson, Marion.
2008. Nursing Outcome Classification (NOC).
Mosby Elsevier.
NANDA. 2009. Nursing
Diagnosis NANDA: Definition and Classification 2009-2011.
Novita, Regina. 2011. Keperawatan Maternitas. Bogor:Ghalia
Indonesia.
Persis, Mary Hamilton. 1995.
Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Jakarta:EGC.
Price,
Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rahmi, Yori. 2012. Pengaruh Terapi Pijat Terhadap Kenaikan
Berat Badan Bayi Prematur di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012. Penelitian
Keperawatan Anak. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
Rompass, Jefferson. 2004. Pengelolaan Persalinan Prematur.
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran Nomor 145. Available from http://www.scribd.com/doc/83478666/145-11PersalinanPreterm (diakses pada tanggal 7 Februari 2013)
Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosatro GH,
Waspodo D. 2002. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. JNPKKR POGI dan Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Smith, Roger. 2007. Parturition. England. New England Journal of Medicine.
Surasmi dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta:
EGC.
Wong, Donna L dkk, 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 16 Volume 1. Jakarta : EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23537/5/Chapter%20I.pdf diakses pada tanggal 7 Februari 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar